Rabu, 03 Juli 2013

Mari.... Lihat Pakaian Pengantin Khas Palembang

 
Pakaian Pengantin Adat Palembang

Pakaian Adat Palembang sangat erat berkaitan dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam pada zaman dahulu. Secara garis besar Pakaian adat daerah-daerah di Nusantara di pengaruhi oleh pakaian yang dikenakan oleh Raja di Nusantara pada Zaman dahulu, dan begitu juga dengan pakaian adat palembang yang mengadopsi dari Pakaian yang di kenakan oleh Raja dari Kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu

pama pakaian adat palembang lebih dikenal oleh masyarakat palembang dengan sebutan "baju gede" atau "baju penganggon". Baju adat Palembang didominasi oleh warna merah dengan benang emas, warna merah ke-emasan ini berasal dari tenunan kain songket berunsur gemerlap dan keemasan sesuai dengan citra kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu, yang dikenal masyarakat dunia sebagai swarnadwipa atau Pulau emas.

Pakaian Pengantin Palembang seperti yang telah saya uraikan di atas juga merupakan pakaian yang mengadopsi dari Pakaian Adat. tapi dalam perkembangan nya di Masyarakat Palembang busana pengantin palembang ini mengalami banyak perubahan atau modifikasi, yang pada awal nya pakaian pengantin palembang berwarna merah dan emas, kini... pakaian pengantin palembang memiliki banyak variasi warna,


Pakaian Adat Palembang - Songket
Sejarah palembang mencatat terdapat beberapa masa kejayaan , mulai dari kejayaan kerajaan sriwijaya
sampai dengan kesultanan Palembang Darussalam.
Hal ini berpengaruh kepada pakaian adat, songket memiliki unsur gemerlap dan kilauan emas
yang memancar dari kain tenun ini. Rangkaian benang tersusun dan teranyam lewat pola simetris .

Songket di kenakan



Songket tradisional dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami cara untuk membuat kain bermutu.serta diserasikan dengan design. Dan Kemampuan ini diwariskan secara turun menurun.

Sewet Songket atau kain Songket adalah kain yang biasanya dipakai atau dikenakan sebagai pembalut bagian bawah pakaian wanita. Biasanya sewet ini berteman dengan kemban atau selendang.

Kain tenun songket Palembang ini, sangat menarik, ditelusuri sejarahnya, maknanya, dan teknik pembuatannya. Kalau kita menilik warnanya yang khas, dan motif hiasnya yang indah, pastilah kita berkesimpulan bahwa songket ini dibuat dengan keterampilan, ketelatenan, kesabaran,dan daya kreasi yang tinggi.

Berikut Tampilan Dari Pakaian adat Palembang – SONGKET

Pakaian Pengantin Khas Makassar yang Indah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1-qG0wyfqSIOodjgW-sl48-cQxwoxxGDlDUUqgYrAJvFkNZ0eda9dFYTctPwVGRJpLNgf00VXUX7CVs7TpJ126KEN9vRfit2pgqPWO34v8mMAq87sVn9pT8AJ7XRGT1gQ6PE7nbdMqEw/s320/pakaian+bugis.jpg
Disetiap wilayah di Indonesia pastilah memiliki budaya tradisional masing-masing, antara satu wilayah dan lainnya memiliki adat dan tradisi yang berbeda beda. begitu pula dengan adat dan tradisi di wilayah Sulawesi Selatan khususnya Makassar. Didalam kebudayaan Makassar Busana adat tradisional adalah salah satu aspek yang sangat penting, karena tidak hanya berfunsi sebagai penghias tubuh pemakainya tetapi juga merupakan suatu kelengkapan dalam upacara-upacara adat di Makassar. Yang dimaksud dengan busana adat disini adalah pakaian adat berserta aksesori-aksesori pelengkap yang digunakan dalam berbagai upacara-upacara adat baik itu berupa perkawinan, penjemputan tamu kehormatan, atau hari-hari besar adat lainnya, seperti upacara Accera Kalompoang adat Kerajaan Gowa. Pada dasarnya keberadaan dan pemakaian busana adat pada upacara-upacara adat tertentu akan melambangkan keagungan upacara-upacara adat tersebut.
Melihat kebiasaan-kebiasaan masyarakat Makassar dalam mengenakan busana adat, sebenarnya terlihat kemiripan dengan busana adat yang biasa dipakai oleh orang-orang Bugis. Walaupun demikian ada sedikit perbedaaan dan ciri-ciri khusus baik itu dari corak pakaian maupun bentuk dari pakaian adata itu.


Pada jaman dahulu busana adat yang dikenakan oleh orang Makassar dapat menunjukkan status pernikahan bahkan juga status sosial dari pemakainya di dalam masyarakat. Hal itu dikarenakan didalam strata sosial masyarakat Makassar terbagi atas tiga lapisan sosial, yaitu Ono Karaeng yakni lapisan strata sosial yang ditempati oleh kerabat Raja dan bangsawan, Tu Maradeka yaitu lapisan orang merdeka atau masyarakat kebanyakan dan yang ketiga adalah Ata atau golongan para budak yakni lapisan orang-orang yang kalah dalam peperangan, tidak mampu membayar utang dan yang melanggar adat istiadat. Namun pada masa sekarang ini busana yang dipakai tidak lagi menunjukkan status sosial kedudukan seseorang.

Sementara itu, busana adat tradisional Makassar juga terbagi atas jenis kelamin para pemakainya. busana adat kaum pria tentulah berbeda dengan busana adat kaum wanita, masing-masing busana adat itu memiliki karasteristik tersendiri. Busana adat pria dengan Baju Bella' dan Jas Tutu'nya  sedangkan Kaum wanita mengenakan Baju Bodo  dan Baju Labbu.

Pakaian adat pria Makassar terdiri atas Baju, celan atau Paroci, kain sarung atau Lipa' Garusu' dan tutup kepala atau  Passapu'. Baju yang dikenakan pada bagian atas berbentuk jas tutup dan baju belah dada. Model baju yang tampak adalah berlengan panjang dengan leher berkerah dan saku baju terletak dikanan dan kiri baju serta dibubuhi kancing yang terbuat dari warna emas atau perak dan dipasang pada leher baju. Model tersebut sama untuk kedua jenis baju adat pria Makassar baik untuk Baju Bella dan Jas Tutu', perbedaan hanya terlihat pada warna dan bahan yang digunakan Bahan untuk Jas Tutu' biasanya tebal dan berwarna gelap biru atau coklat tua, sedangkan untuk Baju Bella' terbuat dari bahan yang lebih tipis, yaitu berasal dari kain Lipa' Sa'be  atau Lipa Garusu' yang polos, warna terang dan mencolok mendominasi pakaian ini seperti merah dan hijau.

Khusus untuk hiasan kepala atau tutup kepala (Songko') bahan yang biasa digunakan berasal dari kain Passapu' yang terbuat dari serat daun lontar yang diayam. Tutup kepala pria Makassar yang berhias benang ems disebut Mbiring dan yang tidak berhiaskan benang emas disebut Passapu' Guru. Biasaynya yang mengenakan passapu' Guru adalah mereka yang berstatus sebagai guru mengaji dikampung. Pemakaian tutup kepala pada busana pria mempunyai makna-makna dan simbol-simbol tertentu yang melambangkan satus sosial pemakainya.

Kelengkapan busana adat pria Makassar sebagai aksesori pakaian adat adalah Badik, gelang, Salempang atau Rante Sembang, Passapu' Embara', dan hiasan Pada tutup kepala atau Sigara'. Badik yang selalu digunakan ialah badik  denang kepala dan sarung terbuat dari emas yang dikenal dengan sebutan Passatimpo atau Tatapareng, Jenis Badik ini adalah benda pusaka yang dikeramatkan oleh pemiliknya.bahkan dapat digantungi sejenis jimat yang disebut maili. Agar Badik tidak mudah lepas dan tetap pada tempatnya, maka diberi pengikat yang disebut Talibannang. Adapun gelang yang menjadi perhiasan para pria Makasar, biasanya berbentuk ular naga dan terbuat dari emas atau disebut Ponto Naga. Gambaran busana adat pria Makasar lengkap dengan semua jenis perhiasan seperti itu, tampak jelas pada seorang pria yang sedang melangsungkan upacara pernikahan. Lebih tepatnya dikenakan sebagai busana pengantin pria.

Pakaian Adat Jawa yang Disukai Oleh Wisatawan Asing

Jawa merupakan salah satu propinsi dengan Pakaian Adat Jawa yang terkenal dan juga dengan kapasitas orang terbanyak dibandingkan dengan pulau lain seperti Kalimantan atau Sulawesi. Pakaian Tradisional dari tanah jawa juga sempat menarik perhatian para wisatawan dikarenakan desain nya yang unik dan sederhana sehingga membuat para wisatawan asing menyukai desain pakaian Tradisional jawa ini. Yang paling terkenal dari desain pakaian adat jawa ini yaitu batik.


pakaian adat jawa tengah
Para wisatawan asing sangat menyukai desain batik ini karena desain batik ini memiliki daya jual sendiri yang bersifat internasional sehingga kain batik ini sendiri sudah banyak di ekspor ke luar negeri sebagai desain baju. Pakaian Tradisional Jawa Batik ini pada jaman dahulu kala untuk proses pengerjaannya sendiri memakan waktu lama hingga berhari hari dan proses pengerjaanya harus teliti dengan desain yang sesuai, tidak boleh ada tinta yang keluar dari desain dan orang yang mengerjakan harus teliti dan sabar untuk mengerjakan satu desain kain batik dengan kualitas tinggi dan harga jual yang baik.
Pakaian Tradisional Jawa Dalam Upacara Keraton
Namun kini, proses pengerjaan Pakaian Jawa batik tidaklah sesulit pada jaman dahulu kala dengan menggunakan metode seperti itu. Sekarang kita dapat membuat batik dengan mesin modern yang canggih dengan proses dalam beberapa waktu saja sudah dapat menghasilkan satu kain motif batik namun dengan kualitas yang kurang baik bila dibandingkan dengan pengerjaan batik dengan cara tradisional. Untuk penggunaan pakaian dari jawa ini sendiri biasanya dapat digunakan pada saat upacara keraton untuk orang – orang dengan keturunan bangsawan atau raja.
Pada saat upacara keraton mereka menggunakan Pakaian Tradisional Jawa baju beskap dengan motif bunga dengan menggunakan topi blankon, kain samping, dan alas kaki cemila lengkap dengan keris. Pakaian adat ini digunakan untuk laki – laki pada saat upacara keratin yang dinamakan jawi jangkep. Sedangkan Pakaian Adat Jawa Wanita biasanya menggunakan kebaya dengan menggunakan peniti renteng yang kemudian dipadukan dengan kain sinjang atau jarik dengan corak batik, dan rambut nya di sanggul dilengkapi dengan perhiasan seperti anting, cincin, dan kalung dengan bahan emas asli maupun perak.
Itu merupakan Pakaian Jawa Khusus bila digunakan dalam upacara khusus, bagaimana dengan pakaian Tradisional jawa untuk acara biasa? Untuk kalangan biasa mereka hanya menggunakan baju batik dengan celana kain berwarna hitam, dengan ikat pinggang besaem ikat kepala dan sarung. Itu merupakan pakaian yang umum digunakan untuk rakyat biasa yang tidak tergolong dalam bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa yang menggunakan pakaian tersebut dan dapat digunakan untuk sehari – hari menggunakan Pakaian tradisional Jawa

YUK Intip Pakaian Tradisional Khas Sumatera Barat

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUApfOmKg9KH4wA_ETqFlnTOuPLC4udPiUJTSdqXlXaFfa1rhs76s5z0iN7mSYv_UrDNrcolsyAnV0SvOMMqbTVG_GDlJCpl7-Qh7BaRbCsiIDoloTg0caUmavD3hs6kQ-kmyeievrytw/s1600/Baju+Adat+Tradisional+Bengkulu.jpg
BUSANA PENGANTIN

Di Sumatra barat, terdapat beberapa variasi busana adat pernikahan yang dipakai oleh pasangan mempelai.Perbedaan ini berdasarkan pembagian beberapa adat nagari di Sumatra barat.
  • Busana pengantin kota Padang dan sekitarnya
Busana pengantin kota Padang memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan busana daerah lain di Minangkabau.dalam sejarah nya selain oleh budaya Minangkabau, busana pengantin kota Padang juga dipengaruhi oleh kebudayaan busana negara-negara Eropa dan Tiongkok. Hal ini terlihat dari segi corak dan pemilihan warna.
  • Busana pengantin kabupaten Pesisir selatan
  • Busana pengantin kabupaten Padangpariaman 
BUSANA TRADISIONAL WANITA MINANG

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang

Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”. Namun demikian pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.

Baju Batabue (Baju Bertabur)

Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.

Minsie

Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.

Tingkuluak (Tengkuluk)

Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.

Lambak atau Sarung

Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata. Tentang susunannya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu ada yang berbelah di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.

Salempang

Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk menunjukkan tanggung jawab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap anak cucunya dan waspada terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Dukuah (Kalung)

Kalung yang dipakai oleh Limpapeh Rumah Nan Gadang tiap nagari dan Luhak di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang disebut kalung perada, daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyiaram. Dukuh melambangkan bahwa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran, seperti dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu pendirian yang kokoh dan sulit untuk berubah atas kebenaran. Hal ini dikemukakan “dikisabak dukuah dilihia, dipaliang bak cincin di jari”.

Galang (Gelang)

Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin cincin gelang yang dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari yang diingini. Gelang adalah perhiasan yang melingkari tangan dan tangan dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan sesuatu. Terhadap gelang ini diibaratkan bahwa semuanya itu ada batasnya. Terlampau jangkau tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan dengan batas kemampuan. Menurut ragamnya gelang ini ada yang disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek, galang rago-rago, galang basa”.

Palaminan

Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan penghulu. Pada masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang juga dipakai pada pesta perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai dan anak dara sebagai raja dan ratu sehari. Perangkatan pelaminan mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat adat Minangkabau. Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku. Pelaminan mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.

BUSANA TRADISIONAL PRIA MINANG

Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan ini akan lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain. Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian kebesaran.

Pakaian Penghulu

Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari

Destar

Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya. Deta raja Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun). Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan. Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

Baju

Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis). Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya berjela-jela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur, disana martabat berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.

Sarawa

Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitan gadang kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki, kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan yang pasar dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran). Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang berpatutan.

Sasampiang (Sesamping)

Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian di atas kebenaran dalam nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin di atas yang benar. Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.

Cawek (Ikat Pinggang)

Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak jan tabang jauah. Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai. Cawek penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera. Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung. Arti yang terkandung dari cawek ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.

Sandang

Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. Pengertiannya adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.

Keris

Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak keris ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya. Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh mati”.

Tungkek (Tongkat)

Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo. Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.




Mari Melihat Pakaian Adat Khas Bali

http://indobeta.com/wp-content/uploads/2011/12/Pakaian-Adat-Bali.jpg

Pakaian adat Bali kalau dilihat sekilas terkesan sama. Padahal sebenarnya pakaian adat Bali sangat bervariasi. Dengan melihat pakaian adat Bali yang dikenakan seseorang dalam  suatu acara, bisa dilihat status ekonomi dan status pernikahannya. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pakaian adat Bali memiliki keanggunan dan citra tersendiri.

Setidaknya ada tiga jenis pakaian Adat Bali yang umum dikenakan oleh masyarakat Bali. Pertama, pakaian adat untuk upacara keagamaan. Kedua, pakaian adat untuk upacara pernikahan. Dan, ketiga adalah pakaian adat untuk aktivitas sehari-hari. Pakaian Adat khas Bali ini berbeda antara yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.
Misalnya pemakaian sanggul ke pura oleh remaja putri. Mereka memakai sanggul atau pusung gonjer sedangkan untuk perempuan dewasa (sudah menikah) menggunakan sanggul (pusung tagel). Busana Agung adalah pakaian adat Bali yang paling mewah. Pakaian adat Bali yang satu ini biasanya dipakai pada rangkaian acara ‘Potong Gigi’ atau Perkawinan.
Busana Agung mempunyai beberapa variasi tergantung tempat, waktu dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu ini adalah wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.
Sedangkan untuk laki-laki Bali selain menggunakan kain tersebut sebagai pakaian adat Bali. Mereka juga memakai kampuh gelagan atau dodot yang dipakai hingga menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum menggunakan Busana Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang tau tapih untuk mengatur langkah wanita agar tampak anggun.
Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di dalamnya juga terkadung nilai – nilai  filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, dan maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.

Kelengkapan Pakaian Adat Bali
Kelengkapan pakaian adat Bali terdiri dari beberapa item. Item itu antara lain kamen untuk pria, songket untuk pria dan wanita, udeng untuk pria dan sanggul lengkap dengan tiaranya untuk wanita. Disamping itu laki-laki Bali mengenakan keris, sedangkan wanita menggunakan kipas sebagai pelengkapnya.
Berbicara masalah harga, pakaian adat Bali ini sangat bervariasi. Songket Bali bisa didapatkan dengan varian harga yang sesuai dengan kemampuan sang pembeli, dimana dimulai dari harga lima ratus ribu hingga jutaan rupiah untuk yang halus dan berbenang emas. Sedangkan yang biasa dan umum digunakan masyarakat Bali ada di bawah harga tersebut dan tersedia secara luas di pasar-pasar tradisional.

Filosofi dalam Pakaian Adat Bali
Pakaian adat Bali menyimpan nilai filosofi yang sangat mendalam. Filosofi pakaian adat Bali dalam beberapa hal mungkin hampir sama dengan kebanyakan pakaian adat daerah lain, namun karena Bali juga merupakan salah satu tempat yang disakralkan dan sudah mendunia, maka filosofi pakaian adat Bali ikut menjadi penting dalam eksistensinya. Pakaian adat Bali memiliki standardisasi dalam kelengkapannya.
Pakaian adat Bali lengkap biasanya dikenakan pada upacara adat dan keagamaan atau upacara perayaan besar. Sedangkan pakaian adat madya dikenakan saat melakukan ritual sembahyang harian atau pada saat menghadiri acara yang menggembirakan. Seperti pada saat pesta kelahiran anak, sukses memperoleh panen atau kelulusan anak dan penyambutan tamu.
Filosofi pakaian adat Bali pada dasarnya bersumber pada ajaran Sang Hyang Widhi, yakni Tuhan yang diyakini memberikan keteduhan, kedamaian dan kegembiraan bagi umat Hindu yang mempercayainya.
Setiap daerah memiliki ornamen berbeda yang memiliki arti simbolis dalam pakaian adatnya masing-masing. Meskipun demikian, pakaian adat Bali pada dasarnya adalah sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi. Pakaian ini juga seringkali digunakan untuk membedakan kasta, yang merupakan buatan manusia itu sendiri. Di hadapan Sang Hyang Widhi, manusia semua sama derajatnya. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada sang pencipta, pakaian adat Bali adalah suatu bentuk penghormatan kepada tamu yang datang. Ini adalah hal yang wajar, mengingat jika anda sebagai tamu maka akan merasa terhormat jika disambut oleh pemilik rumah yang berpakaian bagus dan rapi

YUK..... Kenali Lebih Dalam Senjata Khas Makassar


Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.
Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda.
Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni hulu (gagang) dan bilah (besi), serta sebagai pelengkap adalah warangka atau sarung badik. Disamping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat memengaruhi kehidupan pemiliknya.


BADIK MAKASSAR


BADIK BUGIS LUWU
Badik Bugis Kawali Bone memiliki bessi atau bilah yang pipih, ujung runcing dan bentuk agak melebar pada bagian ujung, sedangkan kawali Luwu memiliki bessi pipih dan berbentuk lurus. Kawali pun memiliki bagian-bagian, seperti pangulu (hulu), bessi (bilah) dan wanua (sarung). Seperti pada senjata tradisional lainnya, kawali juga dipercaya memiliki kekuatan sakti, baik itu yang dapat membawa keberuntungan ataupun kesialan.

Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif kaitan pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan kekayaan bagi pemiliknya. Sedangkan, kawali Lataring Tellu yang mempunyai motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa. Itulah sebabnya, badik ini paling cocok digunakan bagi mereka yang berusaha di sektor pertanian.


KUL BUNTET / PUSARAN
Kawali Lade’ nateyai memiliki pamor berupa bulatan kecil pada bagian pangkal dan guratan berjajar pada bagian matanya. Badik ini dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang melimpah bagi pemiliknya. Badik ini memiliki kemiripan fungsi dengan Kawali Lakadang yang memiliki motif berbentuk gala pada pangkalnya.
Salah satu badik yang dipercaya sangat ideal adalah Kawali Lagemme’ Silampa yang memiliki motif berupa urat yang membujur dari pangkal ke ujung. Dipercaya bahwa pemilik badik tersebut senantiasa akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap kaum kerabatnya. Sedangkan untuk mendapatkan kesabaran, maka dipercaya harus memiliki Kawali Lasabbara.
Kawali Ilakkoajang adalah jenis badik yang dipercayai sebagai senjata yang mampu mendatangkan wibawa serta derajat yang tinggi.Badik ini memiliki motif guratan di seluruh tubuhnya. Sementara itu, bagi yang menginginkan kemenangan dalam setiap pertarungan hendaknya memiliki Kawali Latenriwale. Badik yang memiliki motif berupa bulatan oval pada bagian ujungnya ini dipercaya dapat membangkitkan sifat pantang mundur bagi pemiliknya dalam setiap pertempuran.

Bila dipercaya terdapat badik yang mengandung kebaikan, demikian pun sebaliknya terdapat badik yang mengandung kesialan. Kawali Lasukku Ja’na adalah badik yang dianggap amat buruk. Bagi siapapun, Kawali Latemmewa merupakan badik yang sangat tidak baik, karena dipercaya badik ini tidak dapat menjaga wibawa dan kehormatan pemiliknya. Menurut kepercayaan, pemilik badik ini tidak akan melakukan perlawanan kendati ditampar oleh orang lain.

Sejalan dengan kepercayaan tersebut, terdapat Kawali Lamalomo Malaweng Tappi’enngi yang memiliki motif berupa guratan tanda panah pada bagian pangkalnya. Dipercaya, pemilik badik ini seringkali terlibat dalam perbuatan zina. Badik ini memiliki kepercayaan yang berlawanan dengan Kawali Lamalomo Rialawengeng. Konon kabarnya pemilik badik seperti ini seringkali istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.

Apapun kekuatan sakti yang dipercaya dikandung oleh sebuah badik, badik tetaplah sebuah benda budaya yang akan meningkatkan identitas diri seseorang, terutama bagi kaum lelaki. Seperti kata orang Makassar mengenai badik “Teyai bura’ne punna tena ammallaki badik” (Bukan seorang lelaki jika tidak memiliki badik), begitupun dengan kata orang Bugis “Taniya ugi narekko de’na punnai kawali” (Bukan seorang Bugis jika tidak memiliki badik).

Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan.

Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda.Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni hulu (gagang) dan bilah (besi), serta sebagai pelengkap adalah warangka atau sarung badik. Disamping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat memengaruhi kehidupan pemiliknya.Badik Makassar memiliki kale (bilah) yang pipih, battang (perut) buncit dan tajam serta cappa’ (ujung) yang runcing. Badik yang berbentuk seperti ini disebut Badik Sari. Badik Sari terdiri atas bagian pangulu (gagang badik), sumpa’ kale (tubuh badik) dan banoang (sarung badik). Lain Makassar lain pula Bugis, di daerah ini badik disebut dengan kawali, seperti Kawali Raja (Bone) dan Kawali Rangkong (Luwu).


BADIK CARINGIN TILU
Badik Bugis Kawali Bone memiliki bessi atau bilah yang pipih, ujung runcing dan bentuk agak melebar pada bagian ujung, sedangkan kawali Luwu memiliki bessi pipih dan berbentuk lurus. Kawali pun memiliki bagian-bagian, seperti pangulu (hulu), bessi (bilah) dan wanua (sarung). Seperti pada senjata tradisional lainnya, kawali juga dipercaya memiliki kekuatan sakti, baik itu yang dapat membawa keberuntungan ataupun kesialan. Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif kaitan pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan kekayaan bagi pemiliknya. Sedangkan, kawali Lataring Tellu yang mempunyai motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa.

Itulah sebabnya, badik ini paling cocok digunakan bagi mereka yang berusaha di sektor pertanian.Kawali Lade’ nateyai memiliki pamor berupa bulatan kecil pada bagian pangkal dan guratan berjajar pada bagian matanya. Badik ini dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang melimpah bagi pemiliknya. Badik ini memiliki kemiripan fungsi dengan Kawali Lakadang yang memiliki motif berbentuk gala pada pangkalnya.Salah satu badik yang dipercaya sangat ideal adalah Kawali Lagemme’ Silampa yang memiliki motif berupa urat yang membujur dari pangkal ke ujung. Dipercaya bahwa pemilik badik tersebut senantiasa akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap kaum kerabatnya. Sedangkan untuk mendapatkan kesabaran, maka dipercaya harus memiliki Kawali Lasabbara.Kawali Ilakkoajang adalah jenis badik yang dipercayai sebagai senjata yang mampu mendatangkan wibawa serta derajat yang tinggi.Badik ini memiliki motif guratan di seluruh tubuhnya.

bagi yang menginginkan kemenangan dalam setiap pertarungan hendaknya memiliki Kawali Latenriwale. Badik yang memiliki motif berupa bulatan oval pada bagian ujungnya ini dipercaya dapat membangkitkan sifat pantang mundur bagi pemiliknya dalam setiap pertempuran.Bila dipercaya terdapat badik yang mengandung kebaikan, demikian pun sebaliknya terdapat badik yang mengandung kesialan. Kawali Lasukku Ja’na adalah badik yang dianggap amat buruk. Bagi siapapun, Kawali Latemmewa merupakan badik yang sangat tidak baik, karena dipercaya badik ini tidak dapat menjaga wibawa dan kehormatan pemiliknya. Menurut kepercayaan, pemilik badik ini tidak akan melakukan perlawanan kendati ditampar oleh orang lain.Sejalan dengan kepercayaan tersebut, terdapat Kawali Lamalomo Malaweng Tappi’enngi yang memiliki motif berupa guratan tanda panah pada bagian pangkalnya.

Dipercaya, pemilik badik ini seringkali terlibat dalam perbuatan zina. Badik ini memiliki kepercayaan yang berlawanan dengan Kawali Lamalomo Rialawengeng. Konon kabarnya pemilik badik seperti ini seringkali istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.Apapun kekuatan sakti yang dipercaya dikandung oleh sebuah badik, badik tetaplah sebuah benda budaya yang akan meningkatkan identitas diri seseorang, terutama bagi kaum lelaki. Seperti kata orang Makassar mengenai badik “Teyai bura’ne punna tena ammallaki badik” (Bukan seorang lelaki jika tidak memiliki badik), begitupun dengan kata orang Bugis “Taniya ugi narekko de’na punnai kawali” (Bukan seorang Bugis jika tidak memiliki badik).

Rencong Senjata Tradisional Khas Aceh

 Berkas:Rencong Aceh.jpg
Rencong (Bahasa Aceh: reuncong) adalah senjata tajam belati tradisional Aceh, di pulau Sumatera Indonesia bentuknya menyerupai huruf "L". Rencong termasuk dalam kategori belati yang berbeda dengan pisau atau pedang.

BENTUK DAN PEMAKAIAN
Rencong memiliki kemiripan rupa dengan keris. Panjang mata pisau rencong dapat bervariasi dari 10 cm sampai 50 cm. Matau pisau tersebut dapat berlengkung seperti keris, namun dalam banyak rencong, dapat juga lurus seperti pedang. Rencong dimasukkan ke dalam sarung belati yang terbuat dari kayu, gading, tanduk, atau kadang-kadang logam perak atau emas. Dalam pembawaan, rencong diselipkan di antara sabuk di depan perut pemakai.

DALAM ADAT ISTIADAT ACEH
 Rencong memiliki tingkatan; untuk raja atau sultan biasanya sarungnya terbuat dari gading dan mata pisaunya dari emas dan berukirkan sekutip ayat suci dari Alquran agama Islam. Sedangkan rencong-rencong lainnya biasanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu sebagai sarungnya, dan kuningan atau besi putih sebagai belatinya.
Seperti kepercayaan keris dalam masyarakat Jawa, masyarakat tradisional Aceh menghubungkan kekuatan mistik dengan senjata rencong. Rencong masih digunakan dan dipakai sebagai atribut busana dalam upacara tradisional Aceh. Masyarakat Aceh mempercayai bahwa bentuk dari rencong mewakili simbol dari basmalah dari kepercayaan agama Islam.
Rencong begitu populer di masyarakat Aceh sehingga Aceh juga dikenal dengan sebutan "Tanah Rencong".

Berasal Dari Manakah Parang Salawaku???

http://tourismnews.co.id/uploads/post/salawaku-perisai-pelindung-maluku1.jpg
Parang Salawaku adalah sepasang senjata tradisional dari Maluku. Parang Salawaku terdiri dari Parang (pisau panjang) dan Salawaku (perisai) yang pada masa lalu adalah senjata yang digunakan untuk berperang. Di lambang pemerintah kota Ambon, dapat dijumpai pula Parang Salawaku. Bagi masyarakat Maluku, Parang dan Salawaku adalah simbol kemerdekan rakyat.
Senjata ini dapat disaksikan pada saat menari Cakalele, yaitu tarian yang menyimbolkan kekuatan kaum pria Maluku. Parang di tangan kanan penari melambangkan keberanian sementara salawaku di tangan kiri melambangkan perjuangan untuk mendapatkan keadilan.
Parang Salawaku merupakan kerajinan tangan khas orang Maluku. Parang dibuat dari besi yang ditempa dengan ukuran bervariasi, biasanya antara 90-100 cm. Pegangan parang terbuat dari kayu besi atau kayu gapusa. Sementara itu, salawaku dibuat dari kayu keras yang dihiasi kulit kerang laut

MANDAU... Senjata Tradisional Khas Suku Dayak

Mandau merupakan senjata tradisional khas Suku Dayak yang menyerupai pedang. Mandau terbuat dari besi dengan gagang terbuat dari kayu atau tulang. Sebelum pembuatan dimulai, terlebih dahulu dilakukan upacara adat sesuai dengan tradisi dari masing-masing suku Dayak.

Senjata Tradisional Suku Dayak
Biasanya orang awam akan sering kebingungan antara mandau dan ambang. Orang awam yang tak terbiasa melihat ataupun memegang mandau akan sulit untuk membedakan antara mandau dan ambang karena jika dilihat secara kasat mata memang keduanya hampir sama. Tetapi keduanya amat berbeda. Jika kita melihatnya dengan detail maka akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok, yaitu pada mandau terdapat ukiran atau bertatahkan emas, tembaga, perak dan mandau lebih kuat serta lentur, karena mandau terbuat dari batu gunung yang mengandung besi yang diolah oleh seorang ahli. Sedangkan ambang hanya terbuat dari besi biasa, seperti besi per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan atau batang besi lain.
Mandau
Mandau harus disimpan dan dirawat dengan baik ditempat khusus untuk penghormatan. Karena suku Dayak yakin bahwa mandau memiliki kekuatan spritual yang mampu melindungi pemiliknya dari serangan atau niat jahat dari lawan-lawannya. Dan mandau juga diyakini dijaga oleh seorang perempuan, dan jika pemiliknya bermimpi bertemu dengan perempuan yang menghuni mandau, berarti sang pemilik akan mendapatkan rejeki.
Pulang Atau Hulu Mandau
Mandau selain terbuat dari besi batuan gunung lalu diukir, pulang atau hulu mandau (tempat untuk memegang) dibuat berukiran dengan menggunakan tanduk kerbau untuk yang pulang berwarna hitam. Dan menggunakan tanduk rusa untuk pulang yang berwarna putih. Pembuatan pulang dapat juga menggunakan kayu kayamihing. Pada bagian ujung dari pulang diberi atau ditaruh bulu binatang atau rambut manusia. Untuk dapat melengketkan sebuah mandau dengan pulang dapat menggunakan getah kayu sambun yang terbukti sangat kuat kerekatannya. Setelah itu kemudian diikat lagi dengan jangang, namun jika jangang sulit ditemukan dapat menggunakan anyaman rotan.
Besi mantikei yang digunakan untuk bahan baku pembuatan mandau dapat ditemukan didaerah Kerang Gambir, sungai Karo Jangkang, sungai Mantikei anak sungai Samba simpangan sungai Katingan, dan Desa Tumbang Atei.

Yuk Kenali Lebih Dalam Sejarah dan Cara Pembuatan Keris

 Berkas:Kris and scabbard.jpg
ASAL USUL dan FUNGSI
Asal-usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9 Masehi. Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di relief candi atau patung. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa prasasti dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara.
Asal-usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9 Masehi. Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di relief candi atau patung. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa prasasti dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara.

SEJARAH KERIS
 Senjata tajam dengan bentuk yang diduga menjadi sumber inspirasi pembuatan keris dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan perundagian dari Kebudayaan Dongson dan Tiongkok selatan. Dugaan pengaruh kebudayaan Tiongkok Kuna dalam penggunaan senjata tikam, sebagai cikal-bakal keris, dimungkinkan masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan "jembatan" masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok ke Nusantara. Sejumlah keris masa kini untuk keperluan sesajian memiliki gagang berbentuk manusia (tidak distilir seperti keris modern), sama dengan belati Dongson, dan menyatu dengan bilahnya.
Sikap menghormati berbagai benda-benda garapan logam dapat ditelusuri sebagai pengaruh India, khususnya Siwaisme. Prasasti Dakuwu (abad ke-6) menunjukkan ikonografi India yang menampilkan "wesi aji" seperti trisula, kudhi, arit, dan keris sombro]. Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai "keris Buda", yang berbentuk pendek dan tidak berluk (lurus), dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe) keris.[6] Beberapa belati temuan dari kebudayaan Dongson memiliki kemiripan dengan keris Buda dan keris sajen. Keris sajen memiliki bagian pegangan dari logam yang menyatu dengan bilah keris.

PERKEMBANGAN FUNGSI KERIS
 Pada masa kini, keris memiliki fungsi yang beragam dan hal ini ditunjukkan oleh beragamnya bentuk keris yang ada.
Keris sebagai elemen persembahan sebagaimana dinyatakan oleh prasasti-prasasti dari milenium pertama menunjukkan keris sebagai bagian dari persembahan. Pada masa kini, keris juga masih menjadi bagian dari sesajian. Lebih jauh, keris juga digunakan dalam ritual/upacara mistik atau paranormal. Keris untuk penggunaan semacam ini memiliki bentuk berbeda, dengan pesi menjadi hulu keris, sehingga hulu menyatu dengan bilah keris. Keris semacam ini dikenal sebagai keris sesajian atau "keris majapahit" (tidak sama dengan keris tangguh Majapahit)!.
Pemaparan-pemaparan asing menunjukkan fungsi keris sebagai senjata di kalangan awam Majapahit. Keris sebagai senjata memiliki bilah yang kokoh, keras, tetapi ringan. Berbagai legenda dari periode Demak–Mataram mengenal beberapa keris senjata yang terkenal, misalnya keris Nagasasra Sabukinten.
Laporan Perancis dari abad ke-16 telah menceritakan peran keris sebagai simbol kebesaran para pemimpin Sumatera (khususnya Kesultanan Aceh). Godinho de Heredia dari Portugal menuliskan dalam jurnalnya dari tahun 1613 bahwa orang-orang Melayu penghuni Semenanjung ("Hujung Tanah") telah memberikan racun pada bilah keris dan menghiasi sarung dan hulu keris dengan batu permata.
"Penghalusan" fungsi keris tampaknya semakin menguat sejak abad ke-19 dan seterusnya, sejalan dengan meredanya gejolak politik di Nusantara dan menguatnya penggunaan senjata api. Dalam perkembangan ini, peran keris sebagai senjata berangsur-angsur berkurang. Sebagai contoh, dalam idealisme Jawa mengenai seorang laki-laki "yang sempurna", sering dikemukakan bahwa keris atau curiga menjadi simbol pegangan ilmu/keterampilan sebagai bekal hidup. Berkembangnya tata krama penggunaan keris maupun variasi bentuk sarung keris (warangka) yang dikenal sekarang dapat dikatakan juga merupakan wujud penghalusan fungsi keris.

Berbagai cara mengenakan keris berdasarkan Kebudayaan Jawa.
Pada masa kini, kalangan perkerisan Jawa selalu melihat keris sebagai tosan aji atau "benda keras (logam) yang luhur", bukan sebagai senjata. Keris adalah dhuwung, bersama-sama dengan tombak; keduanya dianggap sebagai benda "pegangan" (ageman) yang diambil daya keutamaannya dengan mengambil bentuk senjata tikam pada masa lalu. Di Malaysia, dalam kultur monarki yang kuat, keris menjadi identitas kemelayuan.
Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Penempatan keris di depan dapat diartikan sebagai kesediaan untuk bertarung. Selain itu, terkait dengan fungsi, sarung keris Jawa juga memiliki variasi utama: gayaman dan ladrang. Sementara itu, di Sumatra, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan dalam upacara-upacara kebesaran.

Senjata tajam dengan bentuk yang diduga menjadi sumber inspirasi pembuatan keris dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan perundagian dari Kebudayaan Dongson dan Tiongkok selatan. Dugaan pengaruh kebudayaan Tiongkok Kuna dalam penggunaan senjata tikam, sebagai cikal-bakal keris, dimungkinkan masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan "jembatan" masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok ke Nusantara. Sejumlah keris masa kini untuk keperluan sesajian memiliki gagang berbentuk manusia (tidak distilir seperti keris modern), sama dengan belati Dongson, dan menyatu dengan bilahnya.
Sikap menghormati berbagai benda-benda garapan logam dapat ditelusuri sebagai pengaruh India, khususnya Siwaisme. Prasasti Dakuwu (abad ke-6) menunjukkan ikonografi India yang menampilkan "wesi aji" seperti trisula, kudhi, arit, dan keris sombro. Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai "keris Buda", yang berbentuk pendek dan tidak berluk (lurus), dan dianggap sebagai bentuk awal (prototipe) keris. Beberapa belati temuan dari kebudayaan Dongson memiliki kemiripan dengan keris Buda dan keris sajen. Keris sajen memiliki bagian pegangan dari logam yang menyatu dengan bilah keris.

CARA PEMBUATAN KERIS
 Logam dasar yang digunakan dalam pembuatan keris ada dua macam logam adalah logam besi dan logam pamor, sedangkan pesi keris terbuat dari baja. Untuk membuatnya ringan para Empu selalu memadukan bahan dasar ini dengan logam lain. Keris masa kini (nèm-nèman, dibuat sejak abad ke-20) biasanya memakai logam pamor nikel. Keris masa lalu (keris kuna) yang baik memiliki logam pamor dari batu meteorit yang diketahui memiliki kandungan titanium yang tinggi, di samping nikel, kobal, perak, timah putih, kromium, antimonium, dan tembaga. Batu meteorit yang terkenal adalah meteorit Prambanan, yang pernah jatuh pada abad ke-19 di kompleks percandian Prambanan.
Pembuatan keris bervariasi dari satu empu ke empu lainnya, tetapi terdapat prosedur yang biasanya bermiripan. Berikut adalah proses secara ringkas menurut salah satu pustaka. Bilah besi sebagai bahan dasar diwasuh atau dipanaskan hingga berpijar lalu ditempa berulang-ulang untuk membuang pengotor (misalnya karbon serta berbagai oksida). Setelah bersih, bilah dilipat seperti huruf U untuk disisipkan lempengan bahan pamor di dalamnya. Selanjutnya lipatan ini kembali dipanaskan dan ditempa. Setelah menempel dan memanjang, campuran ini dilipat dan ditempa kembali berulang-ulang. Cara, kekuatan, dan posisi menempa, serta banyaknya lipatan akan memengaruhi pamor yang muncul nantinya. Proses ini disebut saton. Bentuk akhirnya adalah lempengan memanjang. Lempengan ini lalu dipotong menjadi dua bagian, disebut kodhokan. Satu lempengan baja lalu ditempatkan di antara kedua kodhokan seperti roti sandwich, diikat lalu dipijarkan dan ditempa untuk menyatukan. Ujung kodhokan lalu dibuat agak memanjang untuk dipotong dan dijadikan ganja. Tahap berikutnya adalah membentuk pesi, bengkek (calon gandhik), dan terakhir membentuk bilah apakah berluk atau lurus. Pembuatan luk dilakukan dengan pemanasan.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan ornamen-ornamen (ricikan) dengan menggarap bagian-bagian tertentu menggunakan kikir, gerinda, serta bor, sesuai dengan dhapur keris yang akan dibuat. Silak waja dilakukan dengan mengikir bilah untuk melihat pamor yang terbentuk. Ganja dibuat mengikuti bagian dasar bilah. Ukuran lubang disesuaikan dengan diameter pesi.
Tahap terakhir, yaitu penyepuhan, dilakukan agar logam keris menjadi logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. Penyepuhan ("menuakan logam") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang, garam, dan perasan jeruk nipis (disebut kamalan). Penyepuhan juga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan (air, air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan penyepuhan harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak.
Selain cara Penyepuhan yang lazim seperti diatas dalam penyepuhan Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dikulum dengan bibir beberapa kali dan Sepuh Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal adalah Nyi Sombro, bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan.
Pemberian warangan dan minyak pewangi dilakukan sebagaimana perawatan keris pada umumnya. Perawatan keris dalam tradisi Jawa dilakukan setiap tahun, biasanya pada bulan Muharram/Sura, meskipun hal ini bukan keharusan. Istilah perawatan keris adalah "memandikan" keris, meskipun yang dilakukan sebenarnya adalah membuang minyak pewangi lama dan karat pada bilah keris, biasanya dengan cairan asam (secara tradisional menggunakan air buah kelapa, hancuran buah mengkudu, atau perasan jeruk nipis). Bilah yang telah dibersihkan kemudian diberi warangan bila perlu untuk mempertegas pamor, dibersihkan kembali, dan kemudian diberi minyak pewangi untuk melindungi bilah keris dari karat baru. Minyak pewangi ini secara tradisional menggunakan minyak melati atau minyak cendana yang diencerkan pada minyak kelapa.

Ayo Kenali Senjata Tradisonal Khas Jawa Barat


 

 http://zipoer7.files.wordpress.com/2010/01/kujang.jpeg
Kujang
Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.
Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.
Menurut Sanghyang siksakanda ng karesian pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.

Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.
Menurut Sanghyang siksakanda ng karesian pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.

Bagian-bagian Kujang

Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Ayo Datang Ke Jawa Tengah dan Cicipi Kulinernya

Masakan khas jawa tengah
Masakan khas jawa tengah
Masakan khas jawa tengah – Provinsi jawa tengah adalah salah satu provinsi besar yang ada di tanah jawa dengan ibu kota semarang. Berbatasan dengan jawa barat di sebelah barat, dengan jogja di sebelah selatan dan dengan jawa timur di bagian timur membuat jawa tengah seperti menjadi pusatnya jawa. Di provinsi yang memiliki 35 kota dan kabupaten ini terdapat banyak sekali kuliner khas, hampir tiap daerah di jawa tengah memiliki kuliner khas baik berupa masakan, minuman atau juga jajanan.
berikut ini aneka kulner dan masakan khas jawa tengah yang harus di coba :
  • Sego megono
Sego megono pertama kali muncul saat perang kemerdekaan I dan II atau Agresi Belanda I dan II. Karena peperangan kebutuhan makanan saat itu sangat minim. Hingga suatu ketika saat para gerilyawan secara mendadak memasuki perkampungan dan saat itu dalam kondisi kelelahan dan kelaparan. Penduduk desa yang melihat keadaan tersebut segera mengumpulkan bahan makanan dari warga desa tapi apa daya hanya kerak nasi atau “intip” yaitu kerak nasi yang dikeringkan dan kemudian akan dimasak lagi. Persoalan yang muncul selanjutnya adalah tidak adanya lauk atau sayuran, hingga salah seorang dari warga untuk mencari sayuran dan hanya menemukan “gori” atau nangka muda.
Saat itu sego megono berwarna agak kecoklatan terkesan agak kotor seperti awan mendung di angkasa. Saat itulah sego megono ada untuk pertama kalinya.
  • Lontong ndekem
Dijamin makanan ini bisa membuat lidah anda menari-nari dengan kelezatannya yang tersaji lewat kuah hangat yang kental tersiram di atas lontong. Lontong Dekem biasanya dijual pada sore hingga tengah malam. Makanan ini tidak menggunakan bahan pengawet yang sangat berbahaya bagi tubuh, semuanya dibuat dar bahan alami.
Lontong Dekem Pak Da’an ada di Jl. R.E. Martadinata No.1, samping pos polisi alun-alun kota Pemalang.
Harganya sangat ekonomis yaitu Rp 2.500,- satu mangkok.
  • Pencok lele
KULINER berbahan baku bukan hanya terdapat di daerah lain saja, melainkan di Banyumas Jawa Tengah, Lele juga dijadikan salah satu kuliner khas yang disebut Pencok Lele.
Pencok lele mungkin mirip dengan pelecing ayam dari lombok, hanya saja bahan utama yang digunakan adalah ikan lele. Nama pencok biasanya tergantung bahan yang digunakan, bisa ayam, ikan ataupun yang lain.
  • Soto kriyik
Jika mampir ke kota Purbalingga, jangan lupa untuk mencicipi soto kriyik. Seperti apa sih soto kriyik? Konon soto ini paling enak disantap bersama pindang telur dan kepala ayam saat panas kemepul. Hmm… yang pasti sih rasanya ciamik pol!
Berniat hanya sembari lewat kota Purbalingga saat mudik lalu, ternyata membangkitkan kenangan masa kecil saya. Dulu sekali, ayah saya sering mengajak saya mampir makan Soto Kriyik di Pasar Purbalingga. Maka, ketika mudik ini saya lewat kota Purbalingga, langsung lari ke Pasar Purbalingga, tepatnya di Kios Kidul Pasar no. 27 Purbalingga. Tujuannya cuma satu, menikmati nostalgia masa kecil melalui Soto Kriyik Bu Karsini.
  • Sate blengong
Sudah menjadi hal yang tak lagi asing di lidah orang Brebes atau yang pernah menikmati langsung di alun-alun sembari menikmati indahnya sore hari. Sate yang berasal dari daging sejenis itik, namun blengong lebih rendah lemak. Sehingga yang memiliki masalah dengan kolestrol tak usah begitu menghawatirkan. Daging blengong yang empuk dan tidak amis membuat panganan ini menjadi primadona. Bahkan di berbagai penjuru Kabupaten Brebes terdapat banyak kios-kios yang menyediakan sate blengong.
  • Nasi liwet
Dianggap masakan paling khas di Solo. Nasi liwet dimasak dengan santan dan bumbu tanpa proses pengukusan di dandang, sehingga hasilnya adalah nasi putih yang lebih lembek dan harum. Disajikan dalam pincuk (piring dari daun pisang), dengan lauk gulai labu siam, telur rebus atau telur dadar, suwiran ayam opor, dan potongan ati-ampela ayam, ditumpangi kepala santan atau santan kental yang disebut areh.
Berbagai lauk tambahannya seperti tempe atau tahu bacem, kerupuk kulit, dan ayam goreng dapat diminta sesuai selera. Pendamping wajib adalah rambak atau krupuk kulit. Kebanyakan disajikan secara lesehan, sambil dihibur oleh para pengamen yang menambah kenikmatan pengalaman makan malam khas Solo.
  • Tengkleng
BERKUNJUNG ke Solo tanpa mencicipi tengkleng rasanya kurang lengkap. Paling tidak, itu berlaku bagi penggemar berat masakan yang biasanya terdiri dari tulang atau kepala kambing itu. Mari kita tengok dua warung tengkleng yang kerap diserbu pembeli.
Pasar Klewer, Solo, suatu siang pada awal Juli dijubeli pengunjung.
Di tengah keriuhan pasar grosir batik itu, Ediyem (62) sibuk melayani para penggemar tengkleng yang menyerbu warungnya. Jam makan siang memang telah tiba. Itu berarti saat puncak pelanggan berdatangan ke Warung Tengkleng Ibu Edi yang terletak tepat di depan gerbang Pasar Klewer.
  • Selat solo
Dari namanya sudah mengisyaratkan ini merupakan makanan khas kota Solo. Masakan dengan paduan rasa gurih, manis, dan sedikit asam itu bisa ditemui di berbagai warung dan restoran di Solo. Salah satunya Warung Selat Mbak Lies.
Warung Mbak Lies terletak di Serengan Gang II/42, di tengah Kota Solo, Jawa Tengah. Selat solo ala Mbak Lies berisi bahan-bahan yang disebutnya memenuhi standar empat sehat. Ada rebusan wortel, buncis, kacang polong, kentang ditambah irisan tomat, daun selada, dan timun segar, serta telur dan daging. Agar sayur-sayurannya selalu terasa segar, ia hanya memasak dalam jumlah sedikit tetapi dilakukan setiap jam. Racikan bahan-bahan ini dilengkapi dengan mayones dan kuah serta irisan bawang merah segar.
  • Tahu gimbal
Tahu yang lembut gurih plus bakwan udang yang renyah ini bis amenjadi lauk makan siang yang menggugah selera. Siraman saus kacang yang manis, pedas gurih bakal bikin santapan ini makin enak saja.
  • Nasi gandul
Nasi gandul yaitu makanan sejenis nasi pindang hanya saja dalam penyajianya dipakai daun pisang untuk alasnya. Nasi gandul adalah makanan khas Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Nasi gandul bisa disajikan dengan lauk pauk yang berbeda. Bisa bergedel, tempe, lidah sapi, usus sapi, daging sapi, paru sapi, hati sapi, dll, kemudian diberi tambahan bumbu kecap manis-pedas.
  • Soto kudus
Kuah yang gurih dengan aksen rasa manis merupakan ciri khas soto khas kota kretek ini. Pelengkapnya sangat beragam dan membuat soto ini makin mantap rasanya.
  • Mie ongklok
Mie Ongklok adalah raja yang menjadi ikon kuliner yang tidak boleh dilewatkan. Perpaduan antara mie, sayuran, kuah kental dengan resep rahasia serta cara memasak yang unik menjadikannya primadona di antara jenis olahan mie lainnya

5 Macam Makanan Khas Sumatera Barat

Pastinya hampir semua orang di Indonesia mengenal masakan Padang. Bersama Warung Tegal, rumah makan Padang berlomba-lomba mengisi setiap jengkal wilayah di negeri ini. Masakan Padang bercirikan pedas, bersantan dan sangat lezat. Di Sumatera Barat sendiri sebenarnya ada ratusan resep masakan. Namun yang diangkat populer di rumah makan Padang hanya beberapa. Berikut adalah 5 masakan khas Sumatera Barat:

1. Asam Padeh
Asam Padeh merupakan masakan yang bercita rasa asam dan pedas. Bumbunya lazim menggunakan asam jawa, cabe dan berbagai racikan bumbu lainnya. Bahan utamanya biasanya menggunakan berbagai jenis ikan seperti tongkol, kakap, atau tuna.

Asam Padeh (sumber: forum.detik)

2. Rendang
Rendang adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai bahan utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari di semua kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Selain daging sapi, rendang juga menggunakan kelapa(karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas Indonesia di antaranya Cabai (lado), lengkuas, serai, bawang dan aneka bumbu lainnya yang biasanya disebut sebagai (Pemasak). Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatra Barat yaitu musyawarah, yang berangkat dari 4 bahan pokok, yaitu:
  • Dagiang (Daging Sapi), merupakan lambang dari Niniak Mamak (para pemimpin Suku adat)
  • Karambia (Kelapa), merupakan lambang Cadiak Pandai (Kaum Intelektual)
  • Lado (Cabai), merupakan lambang Alim Ulama yang pedas, tegas untuk mengajarkan syarak (agama)
  • Pemasak (Bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minang.

Rendang (sumber: padang.today)

3. Ayam Pop
Ayam Pop adalah makanan khas Sumatera Barat yang menggunakan bahan utama ayam, air kelapa dan santan. Selain bahan-bahan tadi, ayam pop menggunakan bumbu bawang putih, jaeh dan garam. Cara pengolahan ayam pop adalah dengan melumurkan ayam dengan jeruk nipis dan bumbu halus, lalu dimasukan ke dalam santan dan air kelapa yang sudah dipanaskan. Ayam pop biasanya dihidangkan dengan cabe merah dan sayur pucuk ubi.

Ayam Pop (sumber: kitabmasak)

4. Itiak Lado Hijau
Itiak Lado Hijau atau yang dikenal dengan Itiak Lado Mudo adalah gulai daging bebek muda yang dilumuri cacahan cabe hijau. Saking banyaknya porsi cabe, seolah-olah kita melihat daging bebek muda itu “berendam” dalam cabe. Itiak Lado Hijau adalah masakan tradisional khas Koto Gadang, Kabupaten Agam. Keadaan cuaca Bukittinggi yang berhawa sejuk membuat Itiak Lado Hijau menjadi makanan yang dapat menghangatkan badan selain rasanya yang sangat lezat.

Itiak Lado Hijau (sumber: baltyra)

5. Dendeng
Dendeng adalah daging yang dipotong tipis menjadi serpihan yang lemaknya dipangkas, dibumbui dengan saus asam, asin atau manis dengan dikeringkan dengan api kecil atau diasinkan dan dijemur. Hasilnya adalah daging yang asin dan semi-manis dan tidak perlu disimpan di lemari es. Dendeng adalah contoh makanan yang diawetkan. Di Sumatera Barat, pengolah dendeng dibagi dua, satu dendeng kering dan satunya dendeng basah. Dendeng kering biasanya diolah lagi dengan menggunakan cabe merah, kita kenal dengan sebutan Dendeng Balado. Sedangkan dendeng basah biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat masakan Dendeng Batokok yang sangat terkenal itu.

Dendeng 

Yuk Kenali Masakan Khas Sulawesi

Aneka ragam kuliner khas sulawesi

Aneka ragam kuliner khas sulawesi – Kuliner sulawesi sangatlah beragam jenis karen Sulawesi dibagi menjadi enam provinsi berdasarkan urutan pembentukannya yaitu provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Sulawesi Tengah merupakan provinsi terbesar dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo.
Salah satu keuntungan dengan beragam adat dan budaya seperti kekayaan makanan khas yang sangat bervariasi. Meskipun ada persamaan pada bahan baku makanan, namun cita rasa makanan khas suatu daerah berbeda dengan makanan khas daerah lainnya.
Makanan khas Sulawesi, misalnya. Makanan dari daerah ini umumnya memiliki rasa yang lebih kuat dan pedas. Bandingkan dengan makanan khas Jawa Tengah yang cenderung memiliki cita rasa manis, misalnya. Atau makanan khas Sumatera Barat yang cenderung pedas dan bersantan. Ragam rasa ini jelas sangat memanjakan lidah para petualang kuliner.
Berikut daftar makanan enak khas sulawesi yang enak wajib coba :
  • Ikan Rica-Rica
Ikan Rica-Rica
Ikan Rica-Rica
Makanan berbumbu rica-rica yang pedas ini adalah makanan khas Sulawesi Utara. Ikan yang biasa digunakan adalah ikan cakalang. Selain ikan, daging ayam pun sering dimasak rica-rica.
  • Bubur Tinotuan (Bubur Manado)
Bubur Tinotuan
Bubur Tinotuan
Bubur yang merupakan makanan khas Sulawesi Utara ini tak hanya lezat namun juga memiliki kandungan gizi yang lengkap. Dalam bubur Tinotuan ini ada ikan cakalang fufu dan beragam sayuran (bayam, kangkung, daun gedi, dan kemangi). Biasa dimakan dengan menggunakan sambal (dabu-dabu) terasi
  • Koyabu
Koyabu
Koyabu
Kue berbahan dasar tepung ketan, kelapa, dan gula merah ini adalah makanan khas Sulawesi Utara. Kue manis ini dibungkus daun pandan, sehingga menghasilkan aroma wangi yang mengundang selera.
  • Kokole
Kokole
Kokole
Kue serupa puding ini juga berasal dari Sulawesi Utara. Bahan utamanya adalah jagung yang telah diblender, santan, gula merah, dan agar-agar. Cocok sekali untuk dimakan sebagai hidangan pencuci mulut.
  • Sup Ikan Jantung Pisang
Sup Ikan Jantung Pisang
Sup Ikan Jantung Pisang
Merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya kota Palu. Makanan dengan cita rasa asam pedas yang segar ini menggunakan ikan kakap sebagai bahan utama.
  • Pallu Kaloa
Pallu Kaloa
Pallu Kaloa
Merupakan makanan khas Sulawesi Selatan. Berbahan dasar ikan lemuru (ikan tongkol) yang dipanggang kemudian dimasak di dalam kuah pedas.
  • Coto Makassar
Coto Makassar
Coto Makassar
Makanan khas makassar yang kaya rempah ini memang sangat terkenal di seluruh penjuru Nusantara bahkan Mancanegara sekalipun, dan banyak orang yang datang ke Makassar pasti pernah mencicipi coto makassar baca resep coto makassar
  • Sop Saudara
Sop Saudara
Sop Saudara
Sekilas memang Sop Saudara sebuah nama makanan yang menjadi identitas, makanan berkuah yang dihidangkan dalam mangkuk tapi jika dilihat lebih dekat dan dirasakan pastilah berbeda. Makanan tradisional khas Kabupaten Pangkep sulawesi selatan ini dapat dijumpai di Makassar. Sop saudara dibuat dari daging sapi, bihun dan kentang goreng yang biasanya dibentuk bola-bola kecil, dan paru sapi yang digoreng, biasanya disajikan bersama dengan nasi putih, ikan bakar, dan telur rebus sebagai tambahan lauknya. Tambahan sebagai pelengkap menu adalah sambal kacang dan irisan Timun, Untuk Membuatnya Baca resep sop saudara
  • Sop Konro
Sop Konro
Sop Konro
Sup Konro adalah masakan tradisional khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis dan Makassar. Sup ini berbahan dasar iga sapi atau daging sapi. Daging sapi direbus bersama dengan bahan lain seperti kayu manis, air asam jawa dan berbagai bahan lainnya. Kemudian tumisan campuran beberapa bumbu masak seperti merica, pala, kacang merah dan bahan lainnya, dituangkan kedalam rebusan iga sapi. Warna gelap sop konro berasal dari buah kluwak yang memang berwarna hitam. Bumbunya relatif “kuat” akibat digunakannya ketumbar. Konro aslinya dimasak berkuah dalam bentuk sup yang kaya rempah-rempah, akan tetapi kini terdapat variasi bakar yang disebut “Konro bakar” yaitu iga sapi bakar dengan bumbu khas konro. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini pada umumnya disajikan atau dimakan bersama nasi putih dan sambal.
  • Barongko
Barongko
Barongko
Barongko adalah makanan penutup khas daerah Bugis-Makassar berupa kue pisang yang sangat lembut. Pisang yang menjadi bahan baku utamanya di olah sedemikian rupa, daging pisang dihaluskan bersama bahan yang lain seperti telur, gula, garam dan susu bubuk, lalu dibungkus memakai daun pisang berbentuk bungkusan pecal. baca resep kue bugis makassar
  • Pisang Epe
Pisang Epe
Pisang Epe
Dilihat dari namanya pastilah makanan khas kota Makassar ini terbuat dari pisang. Pisang yang dijadikan bahan pembuatannya yaitu pisang kepok setangah mengkal. Proses pembuatannya pun tergolong sangat mudah dan bahan-bahan yang dibutuhkan juga gampang untuk dicari.
Pisang yang telah dikupas dibakar diatas bara api, kemudian dibolak-balik hingga harum dan lembek. Pisang diambil kemudian di tekan hingga pipih, kemudian di bakar kembali. Setelah melakukan pembakaran, pisang ditaruh diatas piring dan kemudian untuk toppingnya gula merah dicampur dengan air daun pandan ditambah dengan garam dan durian yang direbus hingga kental, dan kemudian disiramkan keatas susunan pisang yang disajikan diatas piring
  • Es Palu Butung
Es Palu Butung
Es Palu Butung
Es Palu Butung adalah es campur gaya Makassar yang merupakan makanan penutup sangat populer dari Makassar, Sulawesi Selatan. Bahan utama pembuatan es ini berupa pisang hijau yang dipotong-potong yang diletakkan diatas semacam bubur berwarna putih yang terbuat dari santan ditambah dengan es serut dan susu kental. Es ini juga biasa tersaji di warung-warung karena memang dua hidangan ini berasal dari daerah yang sama.
  • Es Pisang Hijau
Es Pisang Hijau
Es Pisang Hijau
Es pisang Hijau adalah hidangan khas dari kota aging mammiri, namun demikian hidangan ini cukup populer dibanyak daerah. Es ini terbuat dari pisang raja atau kepok, paduan pisang dan tepung beras ditambah bubur, sirop dan es serut membuat es ini benar-benar mengugah rasa. Cocok dinikmati saat udara panas. Jadi kata ijo itu bukan menunjukkan bahwa jajanan ini terbuat dari pisang hijau tetapi dari tepung pembungkusnya yang berwarna hijau dari daun pandan, baca resep pisang hijau
  • Gogogso
Gogogso
Gogogso
Gogoso adalah salah satu makanan khas orang bugis makassar yang sangat digemari di Sulawesi Selatan ketika lebaran, selain ketupat lebaran, gogoso pun juga turut meramaikan bersama dengan bersama dengan aneka masakan lainya pada hari-hati biasa, gogoso banyak ditemukan didaerah pantai losari atau dipinggir-pinggir jalan kota makassar biasanya dijajakan oleh pedagang asongan bisanya dijajakan bersama telur asin atau lebih akrab dengan sebutan orang makassar Bayao Kannasa, dan kacang rebus.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

news.detik

Yuk di Follow