BUSANA PENGANTIN
Di Sumatra barat, terdapat beberapa variasi busana adat pernikahan
yang dipakai oleh pasangan mempelai.Perbedaan ini berdasarkan pembagian
beberapa adat nagari di Sumatra barat.
- Busana pengantin kota Padang dan sekitarnya
Busana pengantin kota Padang memiliki kekhasan tersendiri
dibandingkan busana daerah lain di Minangkabau.dalam sejarah nya selain
oleh budaya
Minangkabau, busana pengantin kota Padang juga dipengaruhi oleh kebudayaan busana negara-negara
Eropa dan
Tiongkok. Hal ini terlihat dari segi corak dan pemilihan
warna.
- Busana pengantin kabupaten Pesisir selatan
- Busana pengantin kabupaten Padangpariaman
BUSANA TRADISIONAL WANITA MINANG
Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang
Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan
gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat
memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini
ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain
perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga.
Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti
dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”.
Namun demikian pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum
yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.
Baju Batabue (Baju Bertabur)
Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur
emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan
benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya
masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.
Minsie
Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian
minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali,
namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.
Tingkuluak (Tengkuluk)
Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing
dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di
Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.
Lambak atau Sarung
Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket
dan ada yang berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga
sopan dan tertib dipandang mata. Tentang susunannya sangat dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu ada yang berbelah
di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.
Salempang
Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk
menunjukkan tanggung jawab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap
anak cucunya dan waspada terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun
untuk masa yang akan datang.
Dukuah (Kalung)
Kalung yang dipakai oleh Limpapeh Rumah Nan Gadang tiap nagari dan
Luhak di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang disebut kalung perada,
daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyiaram. Dukuh
melambangkan bahwa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran,
seperti dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu
pendirian yang kokoh dan sulit untuk berubah atas kebenaran. Hal ini
dikemukakan “dikisabak dukuah dilihia, dipaliang bak cincin di jari”.
Galang (Gelang)
Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin
cincin gelang yang dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari
yang diingini. Gelang adalah perhiasan yang melingkari tangan dan tangan
dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan sesuatu. Terhadap gelang
ini diibaratkan bahwa semuanya itu ada batasnya. Terlampau jangkau
tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus
disesuaikan dengan batas kemampuan. Menurut ragamnya gelang ini ada yang
disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek, galang rago-rago,
galang basa”.
Palaminan
Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan
penghulu. Pada masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang
juga dipakai pada pesta perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai
dan anak dara sebagai raja dan ratu sehari. Perangkatan pelaminan
mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat adat Minangkabau.
Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin
penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku.
Pelaminan mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.
BUSANA TRADISIONAL PRIA MINANG
Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian
adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang
menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian
seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan
ini akan lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian
adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan
adat daerah lain. Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan
dalam tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku
adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian
kebesaran.
Pakaian Penghulu
Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau
dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut
bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu,
melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat.
Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari
Destar
Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala
tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa
bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya. Deta raja
Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai
deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta
Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir
bernama cilieng manurun (ciling menurun). Destar atau seluk yang melilit
di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian
destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu.
Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu
diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya
akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan. Jika destar itu
dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu
hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai
menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar
juga memberi makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau
berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan
jangan tergesa-gesa.
Baju
Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam
tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci).
Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang
pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam
gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo
dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan
tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas
debu supaya habis). Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit
oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai
pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju
dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher
yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti
seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek
kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba,
tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai
malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut,
laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya
berjela-jela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur,
disana martabat berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya
adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya
dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam
menjalankan kepemimpinannya.
Sarawa
Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitan gadang
kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung,
koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki,
kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan yang pasar dalam kampung,
koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran). Celana penghulu yang
besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam
memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup
bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu
hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal,
dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang
berpatutan.
Sasampiang (Sesamping)
Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian
baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang
menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi
benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang
pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian di atas kebenaran dalam
nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut
untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin di atas yang
benar. Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap
sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya.
Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya
tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak
menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.
Cawek (Ikat Pinggang)
Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto
pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek.
Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako
datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak
jan tabang jauah. Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai,
guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka
ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai. Cawek
penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera.
Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan
ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung. Arti yang terkandung dari
cawek ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan
sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang
mendapatkan akal budinya.
Sandang
Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu
disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah
yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata
simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih
nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. Pengertiannya
adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah
kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat.
Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil
selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.
Keris
Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang
tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya.
Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang
mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya
condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak keris
ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih
dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan,
apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya
penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan
sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa
yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya
sendiri. Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua
setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus
mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba
dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran
penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak
malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak
dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak
turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri
dan ilmunya. Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo
karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu,
lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan
puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo
pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari
langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan
dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang,
panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik
tampek kalah, patah karih bakeh mati”.
Tungkek (Tongkat)
Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai
tongkat ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak
kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong,
sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak
tagak jo lanjuangnyo. Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan
pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan
seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia
didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.
kalau untuk videonya, kami punya. ini videonya ~> Video Wedding Pernikahan Adat Mandailing. mari mampir yak :)
BalasHapus